KAPAN KITA BERDOA

Naluri Hidup Berketuhanan adalah perasaan pasrah kepada Tuhan sebagai satu-satunya tujuan terakhir dari segala urusan, baik masalah keduniawian maupun ukhrawi. Allah SWT mencintai hambanya yang senantiasa tunduk, patuh dan taat pada perintahNYA, serta Allah juga sangat senang kepada hamba yang bersedia mengakui kelemahan sebagai kehambaan dan takluk pada kuasaNYA. Sungguh sebenarnya setiap manusia percaya bahwa kuasa Tuhan adalah maha atas segala-galanya.


Namun kebanyakan dari manusia mungkin dengan tanpa sengaja kemudian menjadi lupa akan kodrat tersebut. Apalagi ketika urusan kehidupan mampu dilaksanakan, sehingga merasa memiliki kekuasaan, dan menganggap dirinya telah menaklukkan kejayaan dunia. Kemudian dengan bangga berkata bahwa “Semua ini adalah hasil jerih payahku selama ini, dan itu semua saya dapatkan berkat usaha dan kemampuan serta ilmu yang saya miliki”. Sungguh hal ini sangat bertentangan dengan Naluri Hidup Berketuhanan tersebut di atas.

Tetapi manusia-manusia yang seperti ini pun pastilah kemudian akan kembali sadar setelah Allah menunjukkan kuasanya. Tatkala musibah dan cobaan datang menghampiri, baik berupa gangguan kesehatan, masalah pekerjaan, kerugian dalam usaha, tumpukan hutang yang melilit, atau kehilangan harta benda, termasuk istri dan anak-anak mereka. Barulah mereka merendah dan merujuk kepada Allah, mengadukan penderitaan, memohon ampunan, dan meminta pertolongan. Jika hal ini pernah terjadi pada kita maka berbahagialah, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan kesengsaraan itu sebagai sarana untuk menunjukkan hidayah kepada kita.

Namun jika ternyata Naluri Hidup Berketuhanan itu hanya ada pada saat kita ditimpa kesengsaraan saja, lalu kemudian lupa lagi setelah hidup kembali senang. Atau jika kita hanya bersedia mengakui kekuasaan Allah itu tatkala kita dalam keadaan menderita saja, Sungguh perbuatan yang demikian sama dengan menipu Allah, Na`udzubillah.

Sesungguhnya saya sangat khawatir andaikan Allah SWT menunjukkan kecintaanNYA kepada kita itu dengan cara yang lain, yaitu Allah senantiasa akan memberikan kesengsaraan dan penderitaan selama hidup dalam dunia. Tentu saja hal ini adalah sebagai perwujudan dari sebuah konsekuensi yang artinya agar kita tetap selalu mendekatkan diri kepadaNYA, karena Allah lebih tahu bahwa kita hanya ingat kepadaNYA pada saat susah saja, dan jika diberikan kenikmatan maka akan melupakan Allah. Na`uzubillah,

Allah telah berjanji dengan kalimat yang berbunyi, “Barang siapa bersyukur atas nikmatKU, maka AKU akan melipat-gandakan kenikmatan itu, dan jika Engkau mengingkarinya maka tunggulah, sungguh azabKU sangat pedih”.

Untuk menyiasati ayat tersebut diatas. Lebih baik kita senantiasa bersyukur saja atas segala kenikmatan yang telah diberikan, agar Allah melipat-gandakan kenikmatan itu buat kita. Dengan demikian, semoga Allah menunjukkan kecintaanNYA kepada kita itu dengan cara yang nikmat, yaitu Allah selalu memberikan kebahagian itu kepada kita, karena Allah cinta kepada hambanya yang mau bersyukur. Tentu saja hal ini diharpkan agar kita tidak pernah melupakanNYA, karena Allah tahu bahwa setiap kita diberi kenikmatan, maka kita selalu ingat dan bersyukur kepadaNYA.
Amiin, Amiiin, Amiiin, Ya Rabbal `Alamiiin.

Tapi awas,
Barang siapa yang berbuat demikian hanya untuk semata-mata mendapatkan kebahagiaan hidup dalam dunia saja, maka sungguh dia telah menipu dirinya sendiri. Tunggulah, “Sesungguhnya Azab Allah itu sangat pedih”. Na`udzubillah.

Wassalam.
Tabri

Disadur dari obrolan Mario Teguh

Tidak ada komentar: